11.02

Pelatihan Kader TMU Tingkat Nasional di Lampung

Pimpinan Pusat IRM sukses menyelenggarakan Pelatihan Kader Paripurna Tingkat Nasional Taruna Melati Utama pada tanggal 1-12 Juli 2008. Bertindak sebagai tuan rumah dalam pelatihan ini adalah PW IRM Lampung dengan mengambil lokasi acara di Villa 21 Gisting, Tanggamus.

Acara yang dibuka oleh Drs. Dahlan Rais (Sekretaris PP Muhammadiyah) ini mengambil tema ”Menafsir Gerakan Pelajar Baru di Era Globalisasi”. Acara ini dihadiri oleh berbagai kalangan baik NU, Muhammadiyah, maupun masyarakat dan pejabat daerah setempat. Acara ini menghadirkan pembicara dari berbagai tokoh tingkat nasional. Diantaranya Dr. Haedar Nashir, M.Si. (Ketua PP Muhammadiyah), M. Busyro Muqoddas, M.Hum. (Ketua Komisi Yudisial RI), Zulkifli Hassan (Sekjen DPP PAN dan Ketua Fraksi PAN DPR RI), Triaswati (Sekretaris PP Aisyiah), Imam Cahyono (Project Officer Globalisasi The Prakarsa Jakarta), dan Joko Sustanto dkk (Maarif Institute).

Tema sentral dalam pelatihan ini adalah globalisasi. Artinya, globalisasi merupakan sebuah keniscayaan yang harus segera direspon oleh IRM atau IPM ke depan. Karena kalau tidak, kita akan tertinggal oleh kereta api zaman yang melaju dengan cepat. Ada empat kelompok materi yang dibahas secara berkesinambungan.

Pertama, membahas tentang apa itu globalisasi yang mengakibatkan dua arus utama, fundamentalisme agama (Islam Transnasional) dan fundamentalisme pasar (neoliberalisme). Melihat fenomena ini, apa yang harus disikapi oleh Muhammadiyah dan IRM? Tentunya, IRM tidak terjebak pada salah satu arus dari kedua arus yang ada. Tetapi bisa berpikir kritis dan bertindak tepat terhadap globalisasi yang merupakan sebuah ancaman sekaligus sebuah tantangan.

Kedua, membahas tentang apa yang harus dilakukan oleh IRM sebagai gerakan Islam yang berbasis pelajar terhadap neoliberalisme dan Islam Transnasional. Karena itu, IRM harus menjadi gerakan pelajar kritis dan tentunya berpihak pada pelajar. Karena itu, sejak sekarang IRM harus mempersiapkan strategi perjuangannya beserta agenda aksinya.

Ketiga, membahas tentang kefasilitatoran. Materi ini menjadi salah satu materi penting sebagai dasar bagi aktor-aktor IRM dalam mendesain dan mengelola sebuah pelatihan di wilayahnya, terutama di setiap perkaderan-perkaderan yang ada.

Keempat, membahas tentang agenda aksi. Untuk merespon globalisasi, IRM telah menyiapkan agenda aksi yang terdiri dari 6 jenis: Pengajian Islam Rutin (PIR), Sekolah Kader, Gerakan Iqra, Gerakan Budaya Tanding, Gerakan Kewirausahaan, dan Gerakan Advokasi Pelajar (GAP). Harapannya, keenam agenda aksi ini mampu membentengi nilai-nilai yang terkandung dalam maksud dan tujuan IRM tanfidz Medan (terbentuknya remaja muslim yang berakhak mulia, berilmu, dan terampil).

Selain itu juga, para peserta diajak untuk mengunjungi tiga lokasi yang dianggap sebagai bentuk perlawanan terhadap globalisasi. Pertama, pesantren salafi sebagai bentuk pertahanan ideologi Islam di tengah ideologi pasar-kapitalis. Kedua, pabrik pembuat tahu sebagai respon atas banyaknya menu-menu barat yang berorientasi hedonis (glamour). Ketiga, paguyuban seni reog sebagai lawan atas budaya pop yang semakin lama semakin mengikis budaya lokal.

Dengan materi-materi di atas, TMU kali ini menjadi starting point menuju perubahan nama menjadi Ikatan Pelajar Muhamamdiyah (IPM) yang akan dideklarasikan pada tanggal 28 Oktober 2008 saat Muktamar di Solo. Lampung telah menjadi saksi sekaligus tempat bersejarah atas perubahan nama itu.

Ridho Al-Hamdi

Ketua Pimpinan Pusat IRM

1 komentar:

Lokus Ulul Albab mengatakan...

Oke.. deh, temanya bagus untuk pelatihan para pelajar, bagaimana melakukan respon terhadap budaya global.

tetapi, kita berbeda dalam masalah penanganan. Pendidikan bisakah dijadikan alternatif sedangkan sarana dan prasarana bebas berkembang tanpa kenal arah?

internet, tv, diskotek, style, bar, dan ideologis. so, kita kaya' mencegah beberapa person untuk bertindak arif. saya rasa harus ada pemfilteran "sarana". saya rasa pencegahan banjir lebih baik daripada penyelamatan dari banjir.

Globalisasi sebagai keniscayaan saya rasa juga perlu dipertanyakan. kayak hukum alam aja sifatnya niscaya. globalisasi membawa kemakmuran apabila diasumsikan teori invisible handsnya Smith benar. Tetapi Afrika, asia Selatan, Amerika Selatan (benua2 selatan)tetap berada di garis kemiskinan, walau dengan memandang penuh harap ke depan akan lebih baik lagi, suatu fatamorgana.

Ekonomi mereka sangat tergantung oleh Barat, so that media informasinya juga dikuasai barat yg dengannya mampu menciptakan "kebenaran2" budayanya.

Oke.. Marilah Kita selalu berpusing pada pencarian jalan keluarnya