21.30

Asyiknya Jadi The King of Game

Boleh dikata, pada akhir tahun 2000 game hanya menjadi mainan anak kecil. Namun sekarang bukanlah sesuatu hal yang aneh lagi jika seorang ayah ikut duduk berjam-jam bersama anaknya untuk adu ketangkasan dalam memainkan game dengan berbagai macam pilihannya. Kini, game sudah menjadi mainan untuk segala usia, mulai dari anak-anak hingga dewasa.

Kalau dulu kita hanya mengenal GameWatch atau GameBoy. Kini kita dapat bermain game melalui komputer desktop (PC), laptop, atau pun melalui perlengkapan game pabrikan seperti PlayStation atau Xbox dengan berbagai macam pilihan permainannya. Bahkan saat ini PlayStation telah mengeluarkan perlengkapan gamenya dalam versi personal, yang disebut PSP. Sepintas, PSP sendiri mungkin mengingatkan kita pada era GameBoy, dimana sebuah game dapat dimainkan di mana pun melalui sebuah alat yang ukurannya agak lebih besar dari HP. Perlengkapan pendukung permainan yang ditawarkan pun sangat beragam, mulai dari mouse dan keyboard standart, QuickCam, headset, joystick, gamepad, racing wheel, PlayGear, dan lain sebagainya.

Perkembangan sekarang, game tidak hanya dimainkan secara personal atau dengan beberapa jaringan komputer dalam satu ruangan saja. Game telah berubah menjadi game online. Sekarang kita dapat bermain game dengan banyak orang yang mengaksesnya (melalui internet) di lokasi lain, bahkan dengan orang di negara yang tidak kita kenal sekalipun. Hal ini juga yang menyebabkan perusahaan game tidak segan-segan memberikan fitur ‘transaksi’ untuk game online. Peluang bisnis pun sudah merambah untuk jenis permainan ini. Sebuah bukti bahwa manusia dan imajinasinya merupakan hal yang tak terpisahkan.

Karena diperuntukkan ke semua orang, maka game dibuat dengan berbagai tingkat kesulitan dan kemahiran si pemain. Mulai dari level beginner sampai advance. Jenis-jenis game pun sangat beragam. Ada balapan (MotoGP, F1, Need for Speed, Colin McRae Rally), perang (Counter Strike, Sniper Elite, Black Hawk Down, Mercenaries), sepak bola (FIFA, Championship Manager, Football Manager, Winning Eleven, NBA, SreetBall), dan lain sebagainya. Semua dibuat untuk memanjakan selera konsumen. Setiap pemain pun bisa memperbaiki mobil, mengatur siasat perang, dan menyusun tim atau kesebelasan sesuai dengan keinginan mereka sendiri. Hal yang sangat luar biasa. Pemain diizinkan untuk mengatur diri mereka dalam setiap game yang dimainkan.

Selain itu, game online juga telah menyediakan fitur komunitas online, sehingga menjadikan game online sebagai aktivitas sosial. Game jenis ini disebut Massively Multiplayer Online Games (MMOG). MMOG memungkinkan ratusan bahkan ribuan pemain untuk bermain di waktu yang bersamaan dengan media internet. Beberapa jenis MMOG antara lain: MMORPG (Massively Multiplayer Online Role Playing Game) seperti Ragnarok, Seal; MMORTS (Massively Multiplayer Online Real Time Strategy) seperti WarCraft, DotA, dan MMOFPS (Massively Multiplayer Online First Person Shooter) seperti CounterStrike.

Menurut penelitian Parks Association dengan berjudul “The Casual Gaming Market Update” dikemukakan, bahwa game online telah menjadi fenomena yang mampu mengalahkan situs-situs bertema jaringan sosial seperti Friendster, Multiply, MySpace, serta keberadaan video online seperti yang diusung oleh YouTube! Selain itu, dua pertiga pengguna internet dewasa di Amerika Serikat selalu bermain game online.

Jenis hiburan yang satu ini telah berevolusi dengan sangat pesat, dari sekadar aktivitas iseng-iseng hingga menjadi salah satu pilar dalam dunia hiburan. Bahkan saat ini di Indonesia banyak sekali pihak-pihak yang menawarkan pekerjaan sebagai Game Master. Artinya, game sudah dipandang sebagai suatu pekerjaan profesional. Cukup fantastik.

Secara cerdik perusahaan-perusahaan game ini telah berhasil membuat orang yang bermain melakukan hal-hal realistik untuk mendukung imajinasi virtualnya. Tidak hanya bertransaksi dalam game online, atau berperang secara online, bahkan berbohong pada orang tua demi beberapa jam di Game Center pun mungkin akan dilakukan. Memang secara moral perusahaan-perusahaan ini tidak bisa disalahkan. Semua kembali kepada bagaimana kita menerima perkembangan teknologi ini. Karena setiap kemajuan teknologi akan membawa konsekuensi tersendiri, termasuk bahwa tidak setiap kemajuan selalu membahwa kebahagiaan.

Yogyakarta, 7 Maret 2008

0 komentar: