22.27

Ketika Maaf Tak Sekadar Kata Maaf

Beberapa hari menjelang bulan suci ramadhan, handphone selulerku dibanjiri oleh pesan-pesan singkat berucap maaf. Masing-masing pesan memiliki kreasi dan pilihan kata yang berbeda. Ada yang unik, serius, maupun biasa. Pesan unik: Marhaban ya ramdhan. Semoga menjadi BBM (bulan barokah dan maghfirah). Setelah ber-PREMIUM (prei makan dan minum). Agar tetap SOLAR (sholat yang rajin). Untuk mendapatkan MINYAK TANAH (meningkatkan iman yang banyak, tahan nafsu, dan amarah). Demi mencapai PERTAMAX (perangi tabiat dan maksiat). Amien... Mohon maaf lahir batin.” Atau “Wellcome to Ramadhan Great Sale!!! Jangan lewatkan: Obral pahala besar-besaran. Diskon dosa s/d 99 persen. Doorprize Lailatur Qodar. Semua hanya dalam 30 hari. Mohon maaf lahir batin ya...

Pesan serius: “Lidah dan perilaku yang terkendali menjamin kelapangan hati. Mohon maaf atas segala kesalahan yang terlahir dari ucapan maupun tindakan. Selamat menunaikan ibadah puasa”. Pesan biasa: “Mohon maaf lahir dan batin ya... Semoga bulan ini bisa kita jalankan dengan sebaik-baiknya.

Maaf adalah kata sederhana yang sering diucapkan oleh setiap orang. Umumnya maaf diucapkan ketika kita telah melakukan sebuah kesalahan baik disengaja maupun tidak disengaja. Kata “maaf” akan terucap dari seorang yang berbuat salah kepada teman yang didhalimi. Dari seorang hamba kepada Tuhannya ketika memohon maaf atas segala dosa-dosa yang pernah dilakukannya. Ketika kita berbuat salah, maka maaf adalah langkah pertama yang harus ditempuh. Tetapi terkadang kita sulit untuk mengeluarkan kata tersebut, walaupun dibayar dengan uang senilai jutaan rupiah.

Hanya karena tidak meminta maaf, sebuah perkara bisa menjadi besar. Tetapi karena maaf juga, perkara besar bisa diselesaikan secara kekeluargaan. Kita masih ingat kasus yang menimpa Zaenal Maarif, Wakil Ketua DPR RI, dengan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono. Zaenal menuduh SBY, sapaan akrab presiden, pernah menikah sebelum masuk Akmil (akademi militer). Fitnah tersebut dibantah oleh SBY. Bahkan SBY pribadi melaporkannya ke pihak polisi. Luar biasa, seorang presiden langsung turun tangan untuk persoalan pribadinya. Suami dari Ibu Ani ini tidak terima dengan fitnah tersebut. Zaenal pun tetap ngotot dengan segala bukti yang ada.

Seluruh media cetak maupun elektronik mengabarkannya, hingga akhirnya kubu Zaenal meminta maaf secara pribadi kepada SBY dan Ibu Ani. Setalah kata “maaf” terucap dari bibir Zaenal, maka islah di antara keduanya pun terjadi. Kubu SBY menerima maaf Zaenal. Selesai sudah perkara tersebut. Zaenal dipecat dari DPR RI dan kembali ke kampung untuk mengajar di kampus UM Surakarta.

Kaat “maaf” bisa menjadi karakter seseorang. Kita masih ingat dengan pemeran Mpok Indun dalam film komedi Bajaj Bajuri. Dalam setiap ucapannya pasti selalu diawali dengan kata “maaf…” kemudian diikuti oleh kalimat selanjutnya. Walaupun tidak berbuat salah, Mpok Indun selalu memulai pembicaraan dengan kata tersebut, hingga “maap” melekat pada dirinya.

Kita juga senantiasa mengucapkan kata maaf, astaghfirullah (Ya Allah ampunilah aku) setiap selesai shalat, baik fardlu maupun sunnah. Ucapan ini tentunya diikuti oleh serangkaian kalimat berbahasa Arab lainnya. Ada yang paham artinya, tetapi ada juga yang tidak paham.

Kita juga senantiasa berdoa untuk kedua orang tua kita:

Ya Allah ampunilah aku dan kedua orang tuaku, serta kasihinilah mereka berdua sebagaimana mereka pernah mendidiku ketika aku kecil.

Atau doa sapu jagat yang juga sering kita ucap-ucapkan:

“Wahai Tuhanku, berikanlah kepada kami kebaikan baik di dunia maupun di akhirat, serta jauhkanlah kami dari adzab api neraka.”

Semua doa yang kita ucapkan hampir mayoritas menandakan bahwa kita memang manusia lemah yang penuh dosa di hadapan Allah SWT. Karena memang manusia adalah tempat dosa. Kata “al-Insan” yang berarti manusia memiliki akar kata yang bermakna lupa. Hal ini menunjukkan bahwa manusia adalah makhluk yang memiki sifat lupa.

Muhammad yang diangkat sebagai Rasul dan Nabi pun pernah lupa. Suatu saat dia pernah bermuka masam kepada seorang buta yang datang di hadapannya. Orang buta yang beranama Abdullah bin Ummi Maktum tersebut ingin meminta ajaran-ajaran tentang Islam kepada beliau. Karena Rasul sedang berhadapan dengan pembesar Quraisy dengan harapan agar pembesar-pembesar tersebut mau masuk Islam, maka Rasul memalingkan muka dari wajah orang buta tadi.

Karena tindakan itulah, turunlah surat ‘Abasa (80) sebagai bentuk teguran kepada Rasul yang telah lalai bahwa dirinya teladan bagi seluruh umat. Surat tersebut menjadi bahan rujukan bahwa Muhammad juga manusia biasa yang pernah berbuat salah.

Ketika kita ingin meminta maaf kepada seseorang, tentu ada beberapa catatan penting yang harus diperhatikan. Pertama, berniat dan berpikirlah secara matang. Setelah kita berbuat salah dan benar-benar menyadari bahwa perbuatan kita memang salah, maka hendaklah kita berinisiatif atau berniat untuk meminta maaf terlebih dahulu. Orang yang meminta maaf terlebih dahulu jauh lebih mulia daripada orang yang dimintai maaf. Tentunya kita juga sudah mempersiapkan kata-kata yang nantinya akan diucapkan agar tidak terjadi kesalahan lagi. Semua itu harus dilandasi oleh niat yang ikhlas tanpa ada harapan apa pun. Jika segala sesuatu dilandasi niat tulus, maka apa yang kita lakukan pasti bermakna.

Kedua, diucapkan dengan tulus. Berikanlah wajah senyum kepada teman kita ketika kita hendak meminta maaf. Gunakan kata yang membuat dia merasa nyaman sehingga dia ingin memberikan maaf kepada kita. Tentunya nada dan intonasi kita tidak seperti orang marah. Bertindaklah seolah-olah kita benar-benar ingin berdamai dan mencari solusi terbaiknya untuk kedua belah pihak. Meminta maaf memang sulit, apalagi kalau kita merasa paling benar. Walaupun sulit, tetapi kemulian akan berada di sisi kita ketika kita benar-benar tulus mengucapkannya.

Ketiga, ikutilah dengan tindakan. Sebuah kesia-siaan ketika ucapan maaf tidak kita tindaklanjuti dengan perbuatan yang baik kepada saudara kita. Setelah terjadi saling memaafkan di antara dua teman yang bermusuhan, maka pertemanan yang terjadi di antara keduanya haruslah berjalan seperti biasanya. Keduanya harus saling menyapa ketika bertemu, tidak bermuka masam, serta berperilakulah layaknya dengan teman lainnya. Hal ini sulit dilakukan, tetapi menjadi sebuah kebiasaan ketika kita memang memiliki niat yang ikhlas.

Meminta maaf mungkin lebih mudah daripada memberi maaf. Hal ini sering kita jumpai di kehidupan sehari-hari. Kita biasanya sulit memberi maaf kepada orang yang telah menyakiti kita. Sepasang kekasih, ketika pihak wanita yang memutuskan hubungan mereka dan kemudian wanita tersebut meminta maaf, biasanya pihak laki-laki sulit memaafkannya walaupun telah memaafkan. Mulut bisa menerima tetapi hati belum tentu sesuai dengan ucapan. Antara tutur dan hati tidak selalu selaras.

Di hari yang fitri ini, kata maaf tentu menghujani hari-hari kita. Koran, majalah, spanduk, pamflet, baliho, dan televisi pasti dipenuhi dengan serangkaian iklan “Selamat Hari Raya Idhul Fitri, Mohon Maaf Lahir dan Batin”. Bahkan kampanye calon bupati/bupati dan calon wakil gubernur/bupati di beberapa daerah ketika menjelang ramadhan pun menggunakan ucapan selamat menunaikan ibadah puasa dan hari raya idhul fitri.

Di hari yang fitri ini hendaklah kata maaf yang kita ucapkan tidak sekadar berhenti di bibir saja. Melainkan ditindaklanjuti hingga ke perbuatan yang lebih mulia. Tindakan maaf dan memaafkan terkadang mudah diucapkan tetapi terkadang juga sulit. Tetapi kesulitan itu akan membawa kepada kemuliaan yang jauh lebih tinggi.

Ridho Al-Hamdi

0 komentar: