22.08

Membangkitakan Kembali Gerakan Pelajar Indonesia

Ikatan Pelajar Muhammadiyah disingkat IPM lahir pada tanggal 5 Safar 1381 Hijriyah bertepatan dengan 18 Juli 1961 Miladiyah. Kini usianya sudah berumur 47 tahun (dalam hitungan hijriyah) dan 46 tahun (dalam hitungan miladiyah). Kemunculan organisasi pelajar ini salah satunya dikarenakan perlu pembinaan pelajar-pelajar di sekolah Muhammadiyah serta untuk membentengi akidah dari ideolog-ideologi komunis dan ateis yang berkembang pada saat itu.

Sejak kemunculannya hingga tahun 1980-an keberadaan IPM selalu dalam tekanan pemerintah yang otoriter. Adanya tekanan pembubaran dari pemerintah selalu muncul dalam setiap periodenya hingga tekanan itu mampu meluluhkan IPM. Pada tahun 1992 bergantilah nama pelajar menjadi remaja dengan alasan agar organisasi ini tetap eksis ke depannya. Sedangkan gerakan-gerakan pelajar lainnya seperti Ikatan Pelajar Nahdhatul Ulama (IPNU) dan Ikatan Pelajar Putri Nahdhatul Ulama digabung dan berganti nama menjadi Ikatan Putra-Putri Nahdhatul Ulama (IPPNU), dan Pelajar Islam Indonesia (PII) tetap tidak berubah nama tetapi gerakanya tercerabut dari akar rumput di sekolah-sekolah SMP dan SMA.

Nama IRM resmi berganti pada tanggal 18 November 1992, tetapi disahkan pada Muktamar IRM 1993 yang saat itu masih dalam periode kepemimpinan Jamaluddin Ahmad. Dalam perjalannya, IRM tetap mewarnai gerakan Muhammadiyah di tingkat pelajar dan remaja dengan berbagai macam kegiatannya.

Pada tahun 1998 terjadilah peristiwa besar, tumbangnya rezim Orde Baru di bawah kekuasaan Soeharto. Pengunduran Soeharto sebagai Presiden RI bertepatan dengan Muktamar IRM di Unjung Pandang pada bulan Mei 1998 yang menghasilkan ketua umum terpilih Taufiqur Rahman. Pada saat itu, gerakan IRM tetap dinamis dan tidak ada persoalan pada nama ikatan. Barulah pada Mukatamar IRM di Jakarta tahun 2000, persoalan nama kembali mencuat. Karena rezim yang merubah IPM menjadi IRM telah selesai, maka saatnya IRM harus dikembalikan lagi menjadi IPM. Namun usaha ini gagal.

Pada muktamar-muktamar selanjutnya, usaha untuk mengembalikan sama selalu saja muncul dari berbagai pihak, baik itu Muhammadiyah, basis IRM, alumni, maupun di tingkat elit PP IRM sendiri. Tetapi usaha itu selalu saja gagal dengan berbagai alasan di antaranya perubahan nama hanya melelahkan kerja IRM yang harus kembali lagi ke belakang dan akan banyak dana yang dihabiskan untuk perubahan ini. Di setiap muktamar pasti mucul isu tersebut, walaupun mencuatnya naik turun.

Kemunculan Tim Eksistensi IRM dan Keputusan Tanwir Muhammadiyah
Sejak kepemimpinan Taufiqurrahman hasil Muktamar Unjung Pandang, Raja Juli Antoni hasil Muktamar Jakarta, Munawwar Khalil hasil Muktamar Yogyakarta, Ahmad Imam Mujadid Rais hasil Muktamar Lampung, dan Moh. Mudzakkir hasil Muktamar Medan, persoalan nama selalu saja menghiasi acara. Barulah pada Muktamar di Medan, 15-19 November 2006, diputuskan adanya Tim Eksistensi IRM yang mengkaji basis massa Ikatan Remaja Muhammadiyah dan kemungkinan perubahan nama.

Anggota Tim ini terdiri dari Ketua Umum terpilih, Ketua Umum Periode 2004-2006, perwakilan PP IRM periode terbaru, serta dua orang perwakilan per regional dari Pimpinan Wilayah baik yang pro IRM maupun yang pro IPM.

Secara konkrit, kinerja Tim Eksistensi memang belum terlihat. Tetapi ada beberapa tahapan yang telah dikerjakan oleh tim ini. Pada saat Tanwir Muhammadiyah bulan Maret 2007 di Yogyakarta, PP IRM meminta kepada Majelis MPK PP Muhammadiyah untuk memfasilitasi pertemuan ortom tingkat pusat. Hasil dari pertemuan itu, seluruh ortom sepakat bahwa basis massa IRM adalah pelajar dan perlu pengembalian IRM menjadi IPM.

Kinerja Tim Eksistensi selanjutnya adalah permohonan pernyaatan yang ditujukan kepada PP Muhammadiyah, Majelis MPK PP Muhammadiyah, dan ortom tingkat pusat. Hanya ada dua ortom yang memberi pernyataan resmi, yaitu PP ‘Aisyiah dan Kwartir Pusat Kepanduan Hizbul Wathan. Ortom lainnya belum dan tidak memberikan pernyataan tersebut.

Pada saat Tanwir Muhammadiyah, komisi C memutuskan pada point A nomor 3 tentang kaderisasi perihal perubahan nama dari Ikatan Remaja Muhammadiyah menjadi Ikatan Pelajar Muhammadiyah dalam rangka penataan organisasi otonom Angkatan Muda Muhammadiyah (AMM), sehingga ada dan tidak adanya surat PP IRM perihal permohonan pernyataan, PP Muhammadiyah tetap akan mengeluarkan Surat Keputusan (lihat Tanfidz Tanwir No. 53/KEP/1.0/B/2007 halaman 09).

Kelahiran SK PP Muhammadiyah dan Sikap IRM
Pada akhir bulan Mei 2007 lalu, tiba-tiba Pimpinan Pusat Muhammadiyah melayangkan suratnya kepada PP IRM perihal perubahan nomenklatur Ikatan Remaja Muhammadiyah menjadi Ikatan Pelajar Muhammadiyah. Surat itu langsung berupa Surat Keputusan bukan pernyataan resmi sebagaimana yang diminta oleh PP IRM. Lebih hebohnya lagi, tembusan disampaikan kepada Ortom, Majelis, dan Lembaga tingkat pusat, serta pimpinan Muhammadiyah di seluruh tingkatan baik dari Wilayah, Daerah, Cabang, dan Ranting.

Kehadiran Surat Keputusan Pimpinan Pusat Muhammadiyah nomor 60/KEP/I.O/B/2007 tentang nomenklatur Ikatan Remaja Muhammadiyah menjadi Ikatan Pelajar Muhammadiyah bukanlah atas dasar surat PP IRM, tetapi berdasarkan keputusan pleno PP Muhammadiyah tanggal 11 Mei 2007 di Jakarta atas dasar keputusan Tanwir Muhammadiyah.

Ada tiga alasan mengapa SK tersebut lahir. Pertama, bahwa sesuai dengan maksud semula pembentukannya, Ikatan Pelajar Muhammadiyah dibentuk untuk membina para pelajar baik di sekolah-sekolah Muhammadiyah maupun di luar sekolah Muhammadiyah. Kedua, bahwa perubahan nomenklatur dari Ikatan Pelajar Muhammadiyah menjadi Ikatan Remaja Muhammadiyah adalah karena dipaksa oleh Pemerintah yang berkuasa, yang tidak membolehkan adanya organisasi yang membina para pelajar di luar OSIS. Ketiga, bahwa setelah Pemerintah berganti, termasuk kebijakan dalam pembinaan para pelajar, maka perlu mengembalikan lagi Ikatan Remaja Muhammadiyah kepada tugas pokok/asalnya, ialah membina para pelajar baik di sekolah-sekolah Muhammadiyah maupun di sekolah-sekolah lain dengan mengganti nomenklaturnya menjadi Ikatan Pelajar Muhammadiyah disingkat IPM (lihat SK poin menimbang).

Setelah kemunculan SK tersebut, PP IRM langsung mengadakan pleno internal yang membahas tentang SK tersebut. Kemudian PP IRM mengadakan audiensi kepada PP Muhammadiyah untuk klarifikasi adanya SK tersebut. Hasil pertemuan itu adalah PP Muhammadiyah tetap bersikukuh dengan keputusannya. Setelah pertemuan itu, PP IRM segera bergegas untuk melakukan konsolidasi internal dengan menghadirkan PW IRM Se-Indonesia dalam forum Rapat Pleno Diperluas tanggal 20 Juli 2007. Dalam forum itu menghadirkan juga PP Muhammadiyah yang diwakili oleh Prof. Dr. Zamroni (Bendahara Umum PP Muhammadiyah).

Dari Rapat Pleno Diperluas, ada beberapa kesepakatan. Pertama, organisasi IRM tetap menggunakan nama IRM sampai Muktamar XVI yang akan datang. Kedua, meminta kepada PP Muhammadiyah untuk membuat surat yang serupa perihal penangguhan nama IPM sampai ada keputusan di internal IRM pada saat Muktamar ke-16. Ketiga, kepada seluruh jajaran IRM di berbagai tingkatan baik Wilayah, Daerah, Cabang, dan Ranting untuk tetap menjalankan organisasi sebagaimana mestinya. Keempat, mendesak kepada PP IRM untuk membentuk tim perumus persiapan perubahan nama. Kelima, pada saat Muktamar yang akan datang nama organisasi ini adalah IPM sehingga nama Muktamarnya adalah Muktamar XVI Ikatan Pelajar Muhammadiyah.

Membangun Kekuatan Gerakan Pelajar Muhammadiyah
Kini saatnya IRM mulai bergegas-gegas untuk mempersiapkan agenda gerakannya ke depan. Ada satu hal penting yang juga harus diperhatikan oleh IRM dan terkhusus kepada PP Muhammadiyah jika konsisten mengawal SK nomenklatur tersebut. Setelah IRM berganti menjadi IPM, maka tidak ada lagi organisasi pelajar di sekolah-sekolah Muhammadiyah kecuali Ikatan Pelajar Muhammadiyah. Ini harga mutlak. Tentunya harus didukung oleh SK PP Muhammadiyah ke sekolah-sekolah Muhammadiyah seluruh Indonesia yang isi suratnya menyatakan bahwa IPM sebagai satu-satunya organisasi intra sekolah Muhammadiyah. Jika tidak melaksanakan SK ini maka akan ada sanksi tersendiri.

IPM nantinya harus mulai intens membina sekolah-sekolah Muhammadiyah. Sekarang di berbagai tempat banyak sekolah Muhammadiyah mulai gulung tikar karena tidak ada siswa dan pengelolanya. Menjadi tugas kader-kader IPM untuk pembinaan ini. Pelajar Muhammadiyah merupakan benteng ideologi bagi masa depan Muhammadiyah. Sejak kecil kader-kader IPM harus ditanamkan semangat untuk berjuang.

Kini bukan saatnya lagi untuk memperdebatkan keberadaan SK tersebut. Tetapi bagaimana kita kembali membangun kekuatan gerakan di tingkatan pelajar Muhammadiyah. Nanti IPM diharapkan mampu membela hak-hak dan kepentingan kaum pelajar. Hingga saat ini belum ada gerakan-gerakan pelajar yang berani meneriakkan suara pelajar, memperjuangkan hak-hak pelajar misal pemerataan akses pendidikan ke seluruh pelosok tanah air, transportasi gratis untuk pelajar, jika pelajar berobat ke rumah sakit mendapat potongan, dan lain sebagainya.

Menjadi misi suci bagi IPM ke depan untuk mengagendakan ini bersama-sama elemen lain yaitu PII, IPNU, dan IPPNU. Pelajar adalah aset masa depan negara yang harus dijaga keutuhanya. Jangan ada pihak lain yang berani mencederai pelajar.

Perubahan IRM menjadi IPM bukan berarti IRM tidak berarti apa-apa. Justru perubahan IPM ke IRM saat 1992 telah menjadi bukti bahwa IRM merupakan penyelamat organisasi sehingga ruh gerakan yang ada di dalam IPM saat dulu masih tersimpan, dan kini kekuatan itu hadir kembali pada dimensi ruang dan waktu yang berbeda untuk menatap masa depan pencerahan pelajar.

Ridho Al-Hamdi
Ketua Pimpinan Pusat IRM

0 komentar: