14.38

Krisis dan Developmental State di Asia Timur

Pada pembahasan-pembahasan sebelumnya, kita sudah mengkaji tentang konsep Developmetal State (DS), Market-Friendly, dan Democratic Developmental State (DDS) sebagai sebuah paradigma yang mempengaruhi arah dan kecepatan pembangunan ekonomi dalam suatu negara. Namun, dalam review ini akan difokuskan pada kajian Developmetal State dan pengalaman yang terjadi di negara-negara Asia Timur. Karena itu, sebelum masuk pada pengalaman yang terjadi di negara-negara Asia Timur, akan dipaparkan ulang apa itu Developmetal State dan karakteristiknya.

Menurut Johnson’s Formulation (Pei-Shan Lee, 2002), yang dimaksud dengan Developmetal State itu adalah mencakup beberapa karakteristik di bawah ini. Pertama, memprioritaskan pertumbuhan ekonomi dan produksi (sebaliknya dari konsumsi dan distribusi) sebagai tujuan fundamental dari kegiatan negara. Kedua, merekrut aparat birokrasi ekonomi yang bertalenta tinggi, kohesif, dan disiplin dengan basis merit. Ketiga, mengkonsentrasikan talenta birokrasi ke dalam lembaga sentral (seperti MITI di Jepang) yang bertanggung jawab atas tugas transformasi industrial. Keempat, melembagakan hubungan antar-birokrasi dengan elit bisnis dalam rangka pertukaran informasi dan mendorong kerjasama dalam keputusan-keputusan penting berdasarkan pembuatan kebijakan yang efektif. Kelima, melindungi jaringan pengambil kebijakan dari tekanan kepentingan dan tuntutan lainnya. Keenam, mengimplementasikan kebijakan pembangunan dengan kombinasi jaringan kerja pemerintah dengan dunia industrial dan kontrol publik atas sumber daya-sumber daya, seperti keuangan.

Inti dari paradigma DS adalah peranan dominan lembaga eksekutif. Yang dimaksud dengan lembaga eksekutif disini adalah otoritas administratif dan kekuatan politik. Jadi, paradigma ini dimaksudkan untuk menegaskan peran pemerintah dalam ekonomi pasar. Kinerja ekonomi dibangun melalui penataan kelembagaan yang kuat yang dilakukan oleh pemerintah. Ini biasa dikenal dengan proses pembangunan ekonomi terrencana. Pemerintah menyelenggarakan ekonomi terrencana ini melalui lembaga yang ditunjuk khusus yang bertanggung jawab atas tugas mengarahkan pembangunan itu sendiri, dan menjalankan beragam alat kebijakan untuk memastikan kegiatan bisnis tetap terpelihara dan terkelola dalam kerangka kepentingan nasional. Hal ini dianggap sebagai pra-syarat penting dalam mengelola proses pembangunan.


PENGALAMAN-PENGALAMAN DI ASIA TIMUR
Melihat penjelasan tentang konsep Developmetal State di atas, pada pembahasan ini akan melihat keberhasilan konsep Developmetal State yang berlaku di Asia Timur berdasarkan pengalaman-pengalaman yang telah dilakukan oleh negara-negara seperti Jepang dan Korea Selatan.

Menurut KS. Jomo, persoalan huru-hara keuangan di Asia Timur sudah mulai sejak pertengahan 1997 yang difokuskan pada persoalan sistem kapitalisme. Soal adanya krisis yang dimulai pada Juli 1997 disebabkan karena manajemen yang salah pada sektor ekonomi makro. Bagi Yogi Suwarno, untuk menggambarkan tentang Developmetal State maka pengalaman Jepang adalah contoh yang dapat menjelaskan cara kerja paradigma tersebut.

Beeson (2002) menjelaskan bahwa inti dari Developmental State Jepang adalah birokrasi yang berkompeten dan berkomitmen untuk mengimplementasikan proses pembangunan ekonomi yang terrencana. Di negara-negara tersebut, kapasitas negara (state capacity) mapan untuk melaksanakan kebijakan industri yang beragam. Mereka juga mempunyai birokrasi yang relatif efisien, serta diisi oleh staf yang termasuk bertalenta nasional dan terbaik. Lembaga birokrasi ini tidak hanya merekrut orang-orang yang bertalenta terbaik saja, tetapi juga mereka mampu memanfaatkan alat-alat kebijakan yang memberikan kepada mereka otoritas lebih terhadap dunia bisnis.

Di Jepang, Yogi Suwarno menjelaskan lebih lanjut, MITI dan Minister of Finance mempunyai kapasitas untuk mengendalikan tabungan domestik (domestic savings) untuk menyediakan kredit murah bagi industri-industri tertentu. Melalui cara ini, perencana Jepang mampu memandu proses industrialisasi sejak dini dan juga mendorong lebih banyak industri yang bernilai tinggi. Sedangkan industri yang sudah tua dipindahkan ke negara lain.

Pola intervensi negara ini telah ditiru oleh banyak negara dengan tingkat kesuksesan yang berbeda. Negara tetangga seperti Taiwan dan Korea meniru pengalaman Jepang lebih dini dan dapat dikatakan sukses. Sementara negara-negara Asia Tenggara meniru belakangan dengan hasil yang berbede-beda.

Menurut Beeson (2002) adalah penting untuk diingat bahwa negara-negara Asia Tenggara, dibandingkan dengan negara-negara Asia Timur, tidak hanya lemah dari segi sumber daya dan kapasitas, akan tetapi mereka juga dihadapkan pada pelaksanaan pembangunan yang sangat terlambat. Oleh karena itu, efektivitas implementasi Developmental State pada sistem internasional yang sekarang menjadi perlu dikaji lagi.

Bagi KS. Jomo, ada beberapa hal mengapa Asia Timur secara natural berhasil dalam menerapkan sistem Developmetal State ini. Baginya ada beberapa poin utama. Pertama, kekuatan suatu rezim (state) merupakan unsur yang sangat penting untuk tawaran pembangunan di negara-negara Asia Timur (Anderson, 1998). Kedua, distribusi kekuasaan dan otonomi kepada para eksekutif yang ada di daerah, termasuk juga distribusi dalam pembuatan kebijakan seperti yang dilakukan oleh Jepang dan bahkan Thailand. Hal ini pun sangat berdampak baik bagi para investor asing.

Ketiga, bertentangan dengan prinsip neo-liberal bahwa mereka berkuasa atas pasar. Dalam hal ini, negara-negara di Asia Timur berprinsip bahwa pemerintah memiliki intervensi atas perkembangan ekonomi yang berjalan di negara mereka dan mereka sangat membatasi apa yang harus dilakukan oleh para investor.

Ketiga catatan di atas harus menjadi perhatian utama bagi negara-negara di Asia Tenggara bahwa, dalam penerapan Developmetal State yang menjadi kunci utama adalah kekuatan negara atas pasar (market). Jika posisi negara sudah kuat, terutama peran lembaga eksekutif, maka pasar akan bisa dikendalikan dan hukum bisa diterapkan kepada para investor.

BEBERAPA CATATAN
Dari hasil diskusi yang diselenggarakan pada Jum’at (14/11/2008), ada beberapa catatan yang dianggap cukup penting terkait dengan perkembangan Developmetal State di negara-negara Asia Timur.

Pertama, paradigma Developmetal State akan sukses di negara-negara yang telah memiliki state capacity dalam pengelolaan political goods, seperti keamanan, hukum, pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan lain sebagainya.

Kedua, posisi negara, terutama lembaga eksekutif (presiden, menteri) sangat kuat. Kelemahan di negara-negara Asia Tenggara seperti Indonesia karena posisi lembaga eksekutif tidak kuat. Sebaliknya, yang memiliki kekuatan penuh ada di lembaga legislatif.

Ketiga, Developmetal State hanya akan berkembang di negara otoriter. Jika paradigma ini berkembang di negara demokratis, maka akan menemukan banyak kendala. Karena negara demokratis cenderung dekat dengan kapitalisme dan kapitalisme itu adalah tanda dari pasar bebas.

Keempat, birokrasi harus dijalankan secara efisien dengan menggunakan konsep governability. Konsep governability tidak mengedepankan high cost tetapi lebih pada bagaimana struktur dapat bekerja dengan sangat efisien dan biaya yang rendah.

Kelima, Di samping itu pula, negara-negara di Asia Timur memang telah maju sebelumnya dan menerapkan paradigma Developmetal State terlebih dahulu.


Ridho Al-Hamdi
Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Politik UGM

0 komentar: