Dunia lawak Indonesia semakin marak dengan hadirnya jenis lawakan baru berupa musik humor. Hal itu ditandai dengan kesuksesan grup musik humor asal Surakarta, Team Lo, yang mengusung tema-tema humor menggelitik. Keadaan tersebut semakin menemukan jati dirinya setelah sering muncul sebagai band tamu di acara Audisi Pelawak Indonesia (API) oleh stasion televisi swasta TPI. Lagu-lagu yang dibawakan sangat beragam. Namun, tetap bernuansa plesetan. Mulai dari rock, pop, Islami, melayu, hingga lagu-lagu daerah.
Melawak di televisi adalah melawak yang paling berat, karena harus melayani berbagai macam selera. Ia harus mampu menghibur anak umur tujuh tahun hingga kakek-kakek, yang lulusan S-3 maupun yang tidak pernah mencium bau sekolah. Ia juga harus menghibur orang yang senang kritik sosial sampai orang yang senang dengan lelucon timpuk-timpukan.
Bagi sebagian orang, dunia lawak dijadikan sebagai tempat pencarian nafkah. Jika tahun sebelum 70-an diadakan lomba lawak, pesertanya bisa dihitung dengan jari. Tapi, sejak tahun 80-an, peserta lomba lawak selalu berjubel pesertanya. Banyak orang berminat menjadi pelawak. Sekarang humor bisa di atas satu milyar. Orang menjadi terkesima hanya menjual lelucon sekitar 20 menit. Itu pun tidak seluruhnya lucu. Honornya betul-betul edan. Siapa yang tidak ngiler. Tiba-tiba pelawak melesat masuk ke dalam kelas ekonomi atas. Barangkali inilah yang dituntut masyarakat, honor tinggi, harus menampilkan lawakan yang berkualitas tinggi pula.
Dengan diiming-imingi duit, banyak orang berbondong-bondong membuat grup lawak. Hal ini muncul sekitar tahun 90-an. Namun, dalam perkembangan selanjutnya ada anggapan, lawakan sekarang tidak lucu dan hanya dilucu-lucukan. Pernyataan ini amat sederhana, tetapi mengandung sebuah tuntutan lebih. Kebutuhan akan tertawa tidak saja terkekeh-kekeh, namun harus mempunyai muatan tertentu. Istilah sekarang, ikut berperan mendidik bangsa. Masyarakat kita semakin kritis, sehingga diperlukan pula humor yang kritis.
Berbagai pihak nampaknya mulai sepakat. Ada kecenderungan bahwa lawak yang berkelas atas adalah yang memiliki unsur kritis. Lawak harus menjadi gerakan moral, menjadi semacam kontrol dalam kehidupan bernegara. Maka, lawak harus sedikit menyerempet ke arah politik. Hal yang demikian itu didukung lagi oleh media massa, baik elektronik maupun cetak, yang sering menyiarkan dan memberitakannya. Namun, melawak ke arah politik tidak gampang alias susah. Bahkan sebagian orang mengatakan, susahnya setengah mati.
Makanya, seorang pelawak harus cerdas. Kritik bisa disampaikan lewat canda, agar yang dikritik tidak merasa dikritik. Pelawaklah yang kin tampil untuk menyuarakan keinginan itu. Bisa dikatakan, pelawak itu orang-orang lugu, sehingga kalau menyampaikan sesuatu hanya dianggap melucu, tidak serius. Dengan bahan yang sama nilainya, akan berbeda pengaruhnya jika diucapkan oleh Amin Rais dengan yang meluncur dari mulut Tessy Srimulat.
Dalam pengertian paling dasar, lelucon terjadi karena dua sebab: tak sengaja dan disengaja. Lelucon tak sengaja terjadi begitu saja dan lucu.. Lelucon sengaja merupakan hasil kreasi. Bisa digolongkan sebagai buah karya dan cipta manusia.
Dari beberapa karya lelucon hasil kreasi bisa dilacak "jurus" atau "senjata" yang menjadi pilihan para kreator sebagai alat pengungkapan ekspresinya. Jurus yang digunakan kreator bisa saja berlainan atau sama, namun tiap kreator biasanya berupaya mencapai sesuatu yang khas dan pas untuknya. Di antaranya ada guyon parikena. Isi leluconnya bersifat nakal, agak menyindir. Tapi tidak tajam-tajam amat. Bahkan cenderung sopan. Dilakukan oleh bawahan kepada atasan atau orang yang lebih tua atau yang lebih dihormati.
Ada juga satire dan slapstick. Satire sama-sama menyidir, tapi muatan ejekannya lebih banyak. Bila tak pandai-pandai memainkannya, jurus ini bisa sangat tidak mengenakkan. Beberapa karikatur di media barat punya kecenderungan yang kuat ke arah ini. Jika slapstick leluconnya kasar. Orang terjengkang. Kepala dipukul pakai tongkat. Perut diselomot setrika panas. Pendek kata, banal. Lelucon ini sangat efektif untuk memancing tawa masyarakat dari latar belakang pendidikan, sosial, dan ekonomi tertentu. Beberapa film kartun untuk konsumsi anak-anak, juga banyak menampilkan lelucon model ini. Si bebek dilempari benda oleh musuh dan masuk ke mulutnya. Benda itu ternyata granat. Lalu, meledak. Tubuhnya berantakan seperti kain yang diptong-potong. Tak lama kemudian, pulih lagi. Lalu si bebek cengar-cengir balas menyerang lawan.
Selain ketiga jenis lelucon di atas, masih ada jenis lelucon lainnya, seperti sinisme, pelesetan, analogi, surealisme, kelam, olah estetika, eksperimental, apologisme, dan lain sebagainya. Huh, dasar humor. Boleh tertawa asal mingkem.
Ridho Al-Hamdi
Redaktur Majalah Kuntum
About Me
- @ridhoalhamdi
- Lecturer at Department of Govermental Studies, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Indonesia. His interest topics are Islam and Politics, Politica Party and election Studies, political behavior, Political Communication and political marketing. Now, He resides in Yogyakarta, Indonesia. Further communication, please contact him in e-mail: ridhoalhamdi@yahoo.com
Bridging Community (Management's Class)
- Adjie Setiyawan
- Agustin Nuriel
- Ainil Izzah
- Al-Amin Reza
- Alit Unagi
- Andry Kumala
- Anne Khairunnisa
- Ardana Pratista S
- Arief Firmansyah
- Arief Wicaksono
- Arifuddin Try Utomo
- Arziannisa Azwary
- Bob Maulana
- Debi OS
- Faaza Fakhrunnas
- Fajar Praharu
- Fajar Prasetya
- Fakhrul Arief
- Gestian
- Haryo Agung P.
- Hasanuddin
- Ibnu Suryo
- Jati Pertiwi
- Khamid Rifan
- Lhia Dwi
- Lusitania Maretasari
- Luthfiyana Puspowati
- M. Noor Fahmi
- M. Siswandi
- Miftahul Jannah
- Nafta Caustine F.
- Nia Widya Ningrum
- Ova
- Putri Oktovita Sari
- Retti Mutia
- Rifqi Romadhon
- Rizkika Awalia
- Rochana K. Windati
- Sehly El Farida
- Septiara N.
- Setyasih Handayani
- Sheila Aqla RV
- T. Zeyfunnas
- Tatag Julianto
- Toga Melina Kartikasari
- Wahyu Indra
- Windi Hamsari
- Yuda Pratama Putra
Bridging Community (Economical Class)
- Agung Purnama M
- Aprinia Wardany
- Dicky Hidayat
- Dony Mahardika
- Eko Pranata
- Ericka Betty R.
- Fajar Ramadhan A
- Febri Septiawan
- Fita Fatimah
- Fitri Fauzia
- Fitri Fauziah
- Hasbi Ashshiddiq
- Ilham Farih
- Karmila PW
- Mela Melindasari
- Nita Sari Astuti
- Noor Rahmalita S
- Nopi Haryanto
- Nur Indah Hardianti
- Nuzyl Denni K
- Phian Ingdriansyah
- Puspita Maharani
- Ririd Dwi Septiani
- Said Hendra
- Setya Afriya
- Siska Budiningrum
- Tomi Putra
- Yenny Anggriani
- Yoga Prasetyo
My Followers
My Friends
- Abdul Halim Sani
- Abdul Munir Mulkhan
- Agus Wibowo GK
- Ali Usman
- Arifin "Bukan" Ilham
- Awaluddin Jalil
- Chandra
- Deni Pakek Weka
- Deni Weka
- Dharono Global TV
- Mas Jidi PECOJON
- Masmulyadi
- Masmulyadi (Dua)
- Meitria Cahyani
- Mudzakkir
- Muhammad Al-Fayyadl
- Muhibbudin Danan Jaya
- Musyaffa Basir
- P-Men IRM Sulsel
- Robby H. Abrar
- Rully
- Saiful Bari
- Tatag Julianto
Institutions
Diberdayakan oleh Blogger.
13.09
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar