Memperbincangkan persoalan Barat dan Timur (Islam) memang tidak akan ada habis-habisnya. Membicarakan masalah ini sama saja membicarakan tentang agama, cinta, dan filsafat.
Persoalan Barat dan Timur yang tak terselesaikan ini ditandai dengan munculnya kembali kartun Nabi Muhammad saw. di majalah Italia, Studi Cattoli edisi Maret setelah beberapa waktu yang lalu sempat geger di media harian cetak Denmark.
Di kartun tersebut, Nabi Muhammad saw. digambarkan tengah berada di neraka. Kemudian ada dua penyair besar Italia, Dante Alighieri dan Virgil, sedang melihat ke arah Nabi saw. yang hanya digambarkan setengah badan. Keduanya kemudian terlibat dialog. "Apakah itu Muhammad?" tanya Virgil kepada Dante. "Ya, dia (Nabi Muhammad) terpotong menjadi dua bagian karena telah menimbulkan perpecahan dalam masyarakat," jawab Dante.
Ada apa di balik pemuatan kartun Nabi Muhammad saw. untuk yang kesekian kalinya?
Padahal pemuatan kartun itu sudah pernah diangkat harian cetak Denmark, Jyllands Posten, dan hanya menimbulkan kemarahan umat Islam sedunia. Di sana-sini banyak orang yang memboikot Denmark. Akibatnya, Denmark merugi 65 juta dolar AS yang dialami Arla Foods Compani, sebuah perusahaan makanan asal Denmark.
Dalam kajian akademik, Barat pada awal-awal kelahiran orientalisme sekitar abad ke-18 amat sangat kejam terhadap dunia Timur dan agama Islam khususnya. Menurut mereka, Islam dapat menjadi ancaman pada masa mendatang. Sebab itu, penting menggambarkan citra negatif dari figur Islam, Muhammad. Namun, sikap kejam itu mulai luntur ketika muncul seorang kritikus orientalisme, Edward W. Said dengan bukunya Orientalisme. Menurut Said, orientalisme bukan sekadar wacana akademis, melainkan memiliki akar-akar politis, ekonomis, dan bahkan religius. Barat harus bertanggung jawab atas persepsi geografis yang dia bangun. Maka muncullah orientalis-orientalis yang sok bersifat bersahabat, seperti Karen Armstrong, John L. Esposito, Annemarie Schimmel, dan lain sebagainya. Mereka akhirnya lebih memilih kata "Islamisis" sebagai pengganti orientalis. Islamisis lebih akrab dan tidak terkesan menggurui.
Keruntuhan orientalisme makin diperkuat lagi dengan munculnya kajian yang bernama oksidentalisme. Kajian ini memang datang agak terlambat, abad ke-20. Salah satu tokoh yang sering disebut adalah Hassan Hanafi, intelektual muslim Mesir. Dalam bukunya Oksidentalisme: Sikap Kita terhadap Tradisi Barat, Hanafi berniat ingin mengakhiri sekaligus meruntuhkan mitos Barat yang dianggap sebagai satu-satunya representasi (kekuatan) dunia.
Kelahiran oksidentalisme sebagai penyeimbang sekaligus pembebas Barat (yang terkesan superior) atas Timur (lebih banyak terkesan inferior). Hematnya, buku tersebut hadir ingin membebaskan ego kekuasaan the other pada tingkat peradaban agar ego dapat memosisikan diri sendiri secara bebas. Yang dimaksud dengan ego dalam adalah peradaban Timur khususnya Islam dan the other adalah Barat.
Persoalan Barat dan Timur menjadi makin lunak ketika beberapa waktu yang lalu Tony Blair, Perdana Menteri Inggris, mengunjungi Indonesia. Hal ini menandakan adanya babak baru wajah Islam dan Barat: Lebih harmonis. Blair juga menulis artikel khusus untuk Harian Kompas.
Dalam tulisannya, Blair ingin menunjukkan adanya komitmen yang mendalam untuk mengakhiri benturan peradaban (clash of civilization). Menurut Blair, benturan peradaban terjadi bukan antaragama dan juga bukan antarperadaban, melainkan benturan antarindividu dan antarorang.
Pernyataan itu amat penting, relevan, dan mempunyai momentum yang tepat. Setidaknya, secara politis ada pergeseran sikap dari hegemonik totaliter menuju sikap moderat dialogis. Tulisan Blair sepertinya ingin menandakan adanya hubungan yang berasaskan kesamaan.
Namun, sepertinya apa yang diinginkan dan digagas Tony Blair tidak dikehendaki sebagian warga Barat yang lain. Walaupun Blair dianggap sebagai representasi Barat, pihak-pihak lain tetap saja tidak henti-hentinya menghina dan mendiskreditkan Islam dengan berbagai cara.
Cara-cara itu yang baru ketahuan sekarang adalah dengan pemuatan kartun di media massa seperti di Denmark, Italia, dan negara-negara Eropa yang informasinya tidak ter-cover media Indonesia.
Kiranya, babak baru Barat dan Islam yang digagas Blair beserta timnya seperti berjalan di atas awan. Perbuatan sia-sia belaka. Mungkin lebih tepatnya, cita-cita yang terkesan utopis. Jika demikian, penulis menjadi makin yakin dengan ayat yang terdapat dalam kitab suci Alquran, "Dan mereka kaum Yahudi dan Nasrani tidak akan rela terhadap kamu sekalian (umat Islam) sampai kamu benar-benar masuk kepada agama (millah) mereka". Sekalipun ada golongan yang menginginkan Barat dan Islam damai, tetap saja ada golongan lain yang menginginkan benturan antara Barat dan Timur (Islam) harus tetap dilanggengkan.
Saya kira jangan terhipnosis dulu dengan ajakan Tony Blair untuk berdamai. Ajakan itu tidak ubahnya hanya ingin melemahkan semangat warga muslim yang ingin menentang Barat, sehingga Barat bisa kembali melancarkan agregasinya menghancurkan Islam.
Umat muslim hanya ingin dibuat lelah oleh isu-isu yang kontroversial, seperti pemuatan Nabi umat Islam. Maka dari itu, energi kita jangan terlalu terforsir menanggapi persoalan-persoalan yang bersifat advokatif.
0 komentar:
Posting Komentar