Umat Islam di negeri ini kembali terserang “virus aliran sesat” baru bernama Al-Qiyadah Al-Islamiyah. Setelah beberapa waktu lalu digegerkan oleh Lia Aminuddin yang mengaku sebagai Malaikat Jibril, kemudian ditangkap dan sekarang bebas, kini giliran Ahmad Mushaddeq, pendiri Al-Qiyadah Al-Islamiyah, diamankan oleh kepolisian DKI Jakarta.
Al-Qiyadah Al-Islamiyah secara bahasa artinya kepemimpinan yang bersifat Islami. Aliran ini didirikan oleh Ahmad Mushaddeq, seorang pensiunan PNS DKI Jakarta. Dia pernah aktif di PBSI (Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia) dan turut membangun NII KW-9. Mushaddeq, panggilan akrabnya, sejak 23 Juli 2006 bertapa selama 40 hari 40 malam di salah satu villanya di Gunung Bunder Bogor, dan mengaku mendapatkan wahyu dari Allah SWT untuk mengganti kedudukan Muhammad sebagai Rasul. Kini dia mengklaim dirinya sebagai Rasul baru pengganti Muhammad.
Ajaran-ajaran Al-Qiyadah Al-Islamiyah antara lain tidak mewajibkan shalat lima waktu kecuali shalat malam, tidak ada kewajiban puasa, dan naik haji. Menurut Mushaddeq, kita sekarang masih masuk pada periode Mekkah. Sehingga ajarannya hanya menegakkan aqidah Islamiyah saja. Untuk urusan-urasan syariat belum ada kewajiban. Dalam ajarannya dikenal juga apa yang disebut penebusan dosa dengan menyerahkan uang kepada Al-Masih Al-Mau’ud alias Ahmad Mushaddeq.
Lebih dahsyat lagi, aliran ini mengganti dua kalimat syahadat dengan syahadat baru, yaitu: “Asyhadu an Laa Ilaaha Illallah wa Asyhadu Anna Masih al-Mau’ud Rasulullah” (Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Al-Masih Al-Mau’ud sebagai Rasul Allah). Mereka tetap mengakui Al-Qur’an sebagai sumber ajarannya, tetapi tidak mengakui hadits. Mereka menafsirkan Al-Qur’an dengan tafsiran mereka sendiri, tanpa bantuan hadits.
Aliran yang sudah berumur setahun lebih ini memiliki buku berjudul “Ruhul Kudus yang Turun Kepada Al-Masih Al-Ma’ud” setebal 192 halaman yang mengisahkan tentang Micael Muhdas mendapat wahyu dari Allah SWT. Micael Muhdas adalah Al-Masih al-Mau’ud alias Ahmad Mushaddeq. Menurut data detik.com, pengikut aliran ini telah mencapai 41 ribu orang yang tersebar di sembilan wilayah di Indonesia, antara lain DKI Jakarta, Jawa Tengah, DIY, Jawa Timur, Padang, Lampung, Batam, dan Makassar. Kebanyakan di antara mereka adalah pelajar dan mahasiswa.
Di Jakarta ada 8.972 orang pengikut. Di Yogyakarta ada 5.114 orang dengan perbandingan 60 persen lebih pengikutnya adalah mahasiswa. Ini menunjukkan bahwa kota pelajar pun telah menjadi sasaran dari aliran ini. Kini di Jakarta ada 40 orang pengikut Al-Qiyadah yang diamankan polisi. Delapan orang di Jakarta Utara dan Jakarta Selatan, dan 24 orang di Jakarta Barat.
Melihat kejadian ini, Majelis Ulama Indonesia mengeluarkan fatwa terhadap Al-Qiyadah Al-Islamiyah sebagai aliran sesat dan harus segera dibubarkan. Kecaman itu pun muncul dari berbagai kalangan baik secara organisasi atau perorangan. Bahkan ada yang mengancam untuk membuhuh para pengikutnya.
Kita masih ingat dengan salah satu hadits yang mengatakan bahwa umat Islam akan terpecah belah menjadi 73 golongan. Hanya satu yang masuk surga, yaitu golongan yang tetap berpegang teguh pada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Hadits tersebut janganlah diartikan secara tekstual. Karena jika diartikan demikian, hadits tersebut semakin tidak bermakna. Apalagi dengan kehadiran Al-Qiyadah Al-Islamiyah yang semakin menambah daftar jumlah aliran-aliran dalam Islam. Belum lagi, baru-baru ini ditemukan aliran baru bernama “Al-Qur’an Suci” di Bandung.
Membaca logika hadits di atas, pada dasarnya Islam mengakui Nabi dan Rasul terakhir adalah Muhammad dan Al-Qur’an-As-Sunnah sebagai sumber ajarannya. Mafhum mukhalafahnya (kebalikannya), jika ada aliran dalam Islam yang tidak mengakui ini berarti dia tidak menjadi bagian dari Islam, termasuk juga Al-Qiyadah Al-Islamiyah dan aliran-aliran lainnya. Menjadi sebuah kewajaran jika MUI mengeluarkan fatwa sesat terhadap aliran ini.
Selain itu, jika Mushaddeq benar-benar mengaku sebagai Nabi, seharusnya dia memiliki kitab, ajaran, dan mukjizat tersendiri. Tidak njiplak dan mengorek-ngorek ajaran Islam seperti yang telah dilakukannya saat ini. Apalagi ketika ditangkap polisi menyerah tak berdaya. Seharusnya dia memiliki mukjizat bisa lolos dari hukum.
Seharusnya pula, Mushaddeq menggunakan nama lain terhadap alirannya. Bila perlu membuat agama baru. Jadi tidak sama dengan Islam. Ketika Muhammad mendirikan Islam, nama agamanya tidak sama dengan nama agama-agama sebelumnya. Muhammad memiliki kitab sendiri, ajaran sendiri, dan cara beribadahnya sendiri. Hal ini pun yang seharusnya juga dilakukan oleh Ahmad Mushaddeq agar lebih selamat dari cercaan umat Islam lainnya.
Namun jauh dari itu semua, kebebasan beragama menjadi hak setiap masing-masing manusia dengan segala risikonya. Mushaddeq pun siap menanggung akibat dari perbuatannya selama ini. Adanya perbedaan di antara sesama kita haruslah dijaga, karena itu merupakan rahmat dalam kehidupan ini.
Tentunya hak untuk mendapatkan perlindungan dan keamanan haruslah dijaga ketat oleh aparat pemerintah. Jangan lagi terjadi kekerasan terhadap pendiri maupun para pengikut aliran ini, seperti apa yang pernah terjadi terhadap Jamaah Ahmadiyah di Porong Bogor beberapa waktu lalu. Aparat keamanan harus benar-benar siap melakukan penjagaan untuk hal ini. Kita harus bersikap bijak dan berpikir sehat pada setiap permasalahan yang ada.
Al-Qiyadah Al-Islamiyah secara bahasa artinya kepemimpinan yang bersifat Islami. Aliran ini didirikan oleh Ahmad Mushaddeq, seorang pensiunan PNS DKI Jakarta. Dia pernah aktif di PBSI (Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia) dan turut membangun NII KW-9. Mushaddeq, panggilan akrabnya, sejak 23 Juli 2006 bertapa selama 40 hari 40 malam di salah satu villanya di Gunung Bunder Bogor, dan mengaku mendapatkan wahyu dari Allah SWT untuk mengganti kedudukan Muhammad sebagai Rasul. Kini dia mengklaim dirinya sebagai Rasul baru pengganti Muhammad.
Ajaran-ajaran Al-Qiyadah Al-Islamiyah antara lain tidak mewajibkan shalat lima waktu kecuali shalat malam, tidak ada kewajiban puasa, dan naik haji. Menurut Mushaddeq, kita sekarang masih masuk pada periode Mekkah. Sehingga ajarannya hanya menegakkan aqidah Islamiyah saja. Untuk urusan-urasan syariat belum ada kewajiban. Dalam ajarannya dikenal juga apa yang disebut penebusan dosa dengan menyerahkan uang kepada Al-Masih Al-Mau’ud alias Ahmad Mushaddeq.
Lebih dahsyat lagi, aliran ini mengganti dua kalimat syahadat dengan syahadat baru, yaitu: “Asyhadu an Laa Ilaaha Illallah wa Asyhadu Anna Masih al-Mau’ud Rasulullah” (Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Al-Masih Al-Mau’ud sebagai Rasul Allah). Mereka tetap mengakui Al-Qur’an sebagai sumber ajarannya, tetapi tidak mengakui hadits. Mereka menafsirkan Al-Qur’an dengan tafsiran mereka sendiri, tanpa bantuan hadits.
Aliran yang sudah berumur setahun lebih ini memiliki buku berjudul “Ruhul Kudus yang Turun Kepada Al-Masih Al-Ma’ud” setebal 192 halaman yang mengisahkan tentang Micael Muhdas mendapat wahyu dari Allah SWT. Micael Muhdas adalah Al-Masih al-Mau’ud alias Ahmad Mushaddeq. Menurut data detik.com, pengikut aliran ini telah mencapai 41 ribu orang yang tersebar di sembilan wilayah di Indonesia, antara lain DKI Jakarta, Jawa Tengah, DIY, Jawa Timur, Padang, Lampung, Batam, dan Makassar. Kebanyakan di antara mereka adalah pelajar dan mahasiswa.
Di Jakarta ada 8.972 orang pengikut. Di Yogyakarta ada 5.114 orang dengan perbandingan 60 persen lebih pengikutnya adalah mahasiswa. Ini menunjukkan bahwa kota pelajar pun telah menjadi sasaran dari aliran ini. Kini di Jakarta ada 40 orang pengikut Al-Qiyadah yang diamankan polisi. Delapan orang di Jakarta Utara dan Jakarta Selatan, dan 24 orang di Jakarta Barat.
Melihat kejadian ini, Majelis Ulama Indonesia mengeluarkan fatwa terhadap Al-Qiyadah Al-Islamiyah sebagai aliran sesat dan harus segera dibubarkan. Kecaman itu pun muncul dari berbagai kalangan baik secara organisasi atau perorangan. Bahkan ada yang mengancam untuk membuhuh para pengikutnya.
Kita masih ingat dengan salah satu hadits yang mengatakan bahwa umat Islam akan terpecah belah menjadi 73 golongan. Hanya satu yang masuk surga, yaitu golongan yang tetap berpegang teguh pada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Hadits tersebut janganlah diartikan secara tekstual. Karena jika diartikan demikian, hadits tersebut semakin tidak bermakna. Apalagi dengan kehadiran Al-Qiyadah Al-Islamiyah yang semakin menambah daftar jumlah aliran-aliran dalam Islam. Belum lagi, baru-baru ini ditemukan aliran baru bernama “Al-Qur’an Suci” di Bandung.
Membaca logika hadits di atas, pada dasarnya Islam mengakui Nabi dan Rasul terakhir adalah Muhammad dan Al-Qur’an-As-Sunnah sebagai sumber ajarannya. Mafhum mukhalafahnya (kebalikannya), jika ada aliran dalam Islam yang tidak mengakui ini berarti dia tidak menjadi bagian dari Islam, termasuk juga Al-Qiyadah Al-Islamiyah dan aliran-aliran lainnya. Menjadi sebuah kewajaran jika MUI mengeluarkan fatwa sesat terhadap aliran ini.
Selain itu, jika Mushaddeq benar-benar mengaku sebagai Nabi, seharusnya dia memiliki kitab, ajaran, dan mukjizat tersendiri. Tidak njiplak dan mengorek-ngorek ajaran Islam seperti yang telah dilakukannya saat ini. Apalagi ketika ditangkap polisi menyerah tak berdaya. Seharusnya dia memiliki mukjizat bisa lolos dari hukum.
Seharusnya pula, Mushaddeq menggunakan nama lain terhadap alirannya. Bila perlu membuat agama baru. Jadi tidak sama dengan Islam. Ketika Muhammad mendirikan Islam, nama agamanya tidak sama dengan nama agama-agama sebelumnya. Muhammad memiliki kitab sendiri, ajaran sendiri, dan cara beribadahnya sendiri. Hal ini pun yang seharusnya juga dilakukan oleh Ahmad Mushaddeq agar lebih selamat dari cercaan umat Islam lainnya.
Namun jauh dari itu semua, kebebasan beragama menjadi hak setiap masing-masing manusia dengan segala risikonya. Mushaddeq pun siap menanggung akibat dari perbuatannya selama ini. Adanya perbedaan di antara sesama kita haruslah dijaga, karena itu merupakan rahmat dalam kehidupan ini.
Tentunya hak untuk mendapatkan perlindungan dan keamanan haruslah dijaga ketat oleh aparat pemerintah. Jangan lagi terjadi kekerasan terhadap pendiri maupun para pengikut aliran ini, seperti apa yang pernah terjadi terhadap Jamaah Ahmadiyah di Porong Bogor beberapa waktu lalu. Aparat keamanan harus benar-benar siap melakukan penjagaan untuk hal ini. Kita harus bersikap bijak dan berpikir sehat pada setiap permasalahan yang ada.
0 komentar:
Posting Komentar