11.48

HP, Antara Kebutuhan dan Keinginan

Di tahun 90-an, HP masih menjadi barang langka dan hanya dimiliki oleh orang-orang tertentu atau klas menengah ke atas. Tetapi pada millenium ketiga ini, yakni awal tahun 2000an, HP menjadi teman akrab dan familiar di tangan masyarakat, baik orang biasa maupun kalangan menengah ke atas. Bahkan sudah menjadi menjadi semacam aksesoris yang wajib dimiliki oleh setiap orang. Jika tidak ada teman bicara, maka HP bisa menjadi teman yang menghibur.

Sebenarnya fungsi HP untuk menunjang proses komunikasi menjadi lebih cepat, mudah, dan praktis. Kita tidak perlu lagi pergi ke wartel untuk menelpon seseorang. atau tak harus kerim surat lewat jasa pos yang memakan waktu cukup lama, belum lagi ongkos kirim mahal. Di HP sudah ada fasilitas Short Message Service (SMS) yang fungsinya sama dengan surat. Hanya dengan ganti rugi 350 perak, pesan singkat langsung sampai ke tujuan. Dengan HP, kita bisa berbuat apa saja, bisa miscal-miscalan, mencari kenalan, godain orang, mengancam orang, menipu dan segala perbuatan yang positif maupun negatif.

Lebih-lebih sekarang ini jenis dan fasilitas yang ada di HP tidak sekedar alat komunikasi saja. Banyak variasi yang bisa dipilih oleh para konsumen. Baik dari segi warna, bentuk, cashing, ringtone, gambar, minta info dan games. Bahkan sudah semarak dengan fasilitas rekam suara, foto, radio dan lain-lain. Maka ketika beli HP dengan fasilitas lengkap seperti di atas, kita tidak perlu lagi beli tustel, tape recorder dan radio. Ringkas, mudah, dan ringan. Tetapi harganya memang agak mahal sedikit.

Bagi remaja, HP menjadi trend dan rumor tersendiri. Seolah-olah kalau tidak mempunyai HP tidak Pe-De dan nggak gaul. Bisa dilihat, hampir semua remaja dan sebagian pelajar sekolah selalu memegang HP. Entah itu HP orang tuanya ataupun hasil dari beli sendiri. Dan harga sangat variatif, dari yang murah sampai yang mahal, ratusan ribu hingga lima jutaan. Dan Counter HP pun sudah berjejer di sepanjang jalan raya. Di mana-mana tercantum tulisan-tulisan, seperti: tukar tambah HP, dicari HP dengan harga mahal, di sini dijual HP dengan harga murah, dan juga harga pulsa dari yang puluhan ribu hingga ratusan. Entah itu simpati, mentari, E-M3, Pro-XL, kartu Halo, Jempol, Frends, Flexi dan sejenisnya. Semua sangat bervariatif sesuai dengan dompet remaja.

Gejala dan fenomena ini menjadi hal yang baru bagi kehidupan kita. Di mana semua orang ikut terjun dan terlibat di dalamnya. Bagi remaja yang ingin ikut-ikutan, maka dia selalu mengikuti perkembangan info. Dan berita soal HP bisa didapatkan melalui majalah, koran, internet, dan media lainnya. Informasi mudah didapat dan diakses. Bahkan HP sekarang sudah menjadi sebuah maenan yang digandrungi remaja. Dia rela berkorban untuk membeli HP terbaru dan selalu gonta-ganti.

Di balik itu semua, ada sesuatu yang menjadi problem bagi perkembangan psikologis, terkhusus bagi remaja, yakni kehilangan kesadaran. Dia akan ikut dengan arus gelombang dan terninabobokan dengan barang-barang baru. Remaja kadang kala ingin semua kebutuhannya terpenuhi. Berbagai cara akan dilakukan, termasuk mungkin mencuri. Budaya seperti ini menjadi tidak baik, karena kedudukan HP telah menguasai sebagian hidup manusia, padahal seharusnya kitalah yang menguasai teknologi.

Maka kita perlu cermat memposisikan antara HP sebagai sebuah kebutuhan dan HP sebagai sebuah keinginan. Mungkin bagi orang kaya, itu tidak masalah, tetapi bagi orang pas-pasan atau kaum miskin bagaimana? Karena itu, nafsu haruslah dikekang dengan akal kita, sehingga kita dapat berfikir sesuai dengan kondisi kebutuhan. Ketika ingin membeli HP, maka prioritas utama adalah membeli HP yang bisa buat telpon dan sms saja. Selebihnya bukanlah hal yang penting. Dan sisa uang dapat dimanfaatkan untuk keperluan yang lain, semisal membeli buku bacaan, ditabung, atau membeli pulsa.

Ketika kita berbicara dengan pola fikir “keinginan”, maka tidak ada pertimbangan lain kecuali seuatu yang kita inginkan itu harus tercapai dan berhasil. Maka di situ nafsulah yang berbicara. Sedangkan jika melihat sesuatu dengan sudut pandang “kebutuhan”, maka kita akan melihat pada kondisi pribadi, baik keuangan maupun pertimbangan lainnya. Dan kita bisa belajar bijaksana terhadap diri sendiri. Melalui inilah proses belajar menjadi dewasa bisa tertanam. Dan nilai-nilai pendidikan juga tumbuh dengan sendirinya. Maka untuk memilih HP haruslah sesuai dengan kebutuhan, bukan mengikuti keinginan dan nafsu.

Pernah dimuat di Kuntum

1 komentar:

Unknown mengatakan...

Itulah kritik Mahdzab Frankfurt terhadap dunia Kapitalisme modern. pada dunia ini, kebutuhan tidak serta merta kebutuhan eksistensial, tetapi kebutuhan non eksistensial dapat diubah menuju kebutuhan eksistensial melalui iklan, gaya dan pandangan hidup. suatu realitas akan dunia yang dikonstruksi.
itulah suatu "gejala neurosis". Suatu penyakit zaman modern, yang hanya bisa disembuhkan dengan kekuatan "Kritis".
tetapi, Mahdzab Frankfurt terbukti tidak berhasil untuk mengatasi dunia tersebut, dengan munculnya pertentangan antara tokoh tua dan tokoh mudanya.
Marcuse menyatakan bahwa kritik terhadap Kapitalisme itu sendiri akan memperbaharui tetapi berada dalam satu sistem. suatu distribusi barang terus menerus dan berputar antar agen2 perdagangan. Bagaimana bisa Kapitalisme itu bisa bertahan apabila kebutuhan kita hanya nasi, rumah dan pakaian..??!! secara nalar mereka tak akan mampu bertahan Hidupp!!!! para kapital butuh lebih banyak dari kebutuhan itu. (Kebutuhan yang diciptakan).
itulah kita memang selalu berada dalam suatu relasi besar yang kita bagaikan suatu atom yang terdeterminasi oleh relasi besar tersebut tanpa kita dapat bertindak apapun.
Suatu himbauan moralitas tak akan ada gunanya.. kecuali apabila dikhutbahkan di Masjid2 bagi para kaum Ibu. Tapi tidak apabila himbauan tersebut lebih besar dari kekuatan kapitalisme Global dan akan meruntuhkannya, semoga itu semua bukan utopia.
Do'a dan Revolusi hancurkan Kapitalisme Global. Amin Ya Robbal Alamiin.